Sabtu, 12 Juni 2010

Ashabah

A. Pengertian ‘Ashabah

Ahli waris ada beberapa jenis yaitu ada yang sudah mendapat bagian yang telah tertentu (zawil furudl), dan ada yang mendapat semua bagian atau semua sisa (ashabah).

Kata ashabah dalam bahasa Arab berarti kerabat seseorang dari pihak bapak. Disebut demikian, karena mereka yakni kerabat bapak menguatkan dan melindungi. Dalam kalimat bahasa arab banyak digunakan kata ‘ushbah sebagai ungkapan bagi kelompok yang kuat, diantaranya dalam firman Allah dalam Al-Qur’an (Surat Yusuf ayat:14)

“Mereka berkata: Jika ia benar-benar dimakan srigala, sedang kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi.”

Dinamakan ‘ashabah juga bagi mereka yang berhak atas semua peninggalan bila tidak didapatkan seorangpun di antara ashhabul furudh, karena hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, dari ibnu ‘Abbas, Nabi SAW berkata :

“berikanlah bagian-bagian yang telah ditentukan itu kepada pemiliknya yang berhak menurut nash; dan apa yang tersisa maka berikanlah kepada ashabah laki-laki yang terdekat kepada si mayit.”

Ashabah menurut para ulama dan yang paling masyhur ialah ahli waris yang tidak memperoleh bagian yang tertentu tetapi (mungkin) mereka berhak mendapat seluruh harta peninggalan jika tidak ada zawil furudl, atau mungkin medapatkan seluruh sisa harta peninggalan setelah dibagikan kepada zawil furudl.

Kemungkinan lainnya dari ashabah ialah tidak menerima bagian, karena harta peninggalan sudah habis dibagikan kepada zawil furudl.

B. Pembagian Ashabah

Ashabah terbagi menjadi dua bagian yaitu[1],

  1. Ashabah Nasabiyah
  2. Ashabah Sababiyah

1. Ashabah Nasabiyah

Ashabah nasabiyah adalah ashabah yang disebabkan oleh hubungan nasab antara pewaris dan ahli waris. Ashabah nasabiyah terbagi menjadi tiga golongan yaitu,

1) Ashabah Binafsih.

Yang dimaksud dengan Ashabah binafsih adalah kerabat laki-laki yang dipertalikan dengan orang yang meninggal tanpa diselingi oleh orang prempuan.[2]

Atau ahli waris yang berhak mendapat semua sisa harta waris secara langsung dengan sendirinya (bukan bersama ahli waris yang lain atau tanpa disebabkan orang lain) mereka berjumlah 12 orang, yakni :

    1. Anak laki-laki
    2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki (terus kebawah asal pertaliannya laki-laki)
    3. Bapak (jadi dalam hal ini bapak memperoleh sebagai furudl dan juga memperoleh ashabah)
    4. Kakek (dari pihak Bapak dan terus keatas).
    5. Saudara laki-laki sekandung
    6. Saudara laki-laki sebapak
    7. Anak saudara laki-laki sebapak
    8. Anak saudara laki-laki sekandung
    9. Paman yang sebapak dengan bapak
    10. Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak.
    11. Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak.

Jika harta warisan itu telah habis dibagikan kepada ahli waris yang mempunyai bagian tetap, ia tidak memperoleh bagian apa-apa. Misalnya ada seorang istri meninggal dengan ahli warisnya terdiri dari suami, saudara sekandung, dan saudara laki-laki seayah. Menurut ketentuan hokum waris, suami mendapatkan ½. Demikian juga saudara perempuan sekandung memperoleh bagian setengah. Dengan demikian, saudara laki-laki seayah tidak mendapatkan bagian sebab ahli waris yang mempunyai bagian tetap telah menghabiskan semua harta peninggalan si pewaris.

Apabila jumlah ahli waris Ashabah binafsih lebih banyak lagi maka harus di tarjih (dicari mana yang lebih kuat hubungan kekerabatannya). Yang urainnya sebagai berikut:

a. Tarjih Bil Jihat

Apabila Ashabah binafsi jumlahnya cukup banyak. Ashabah yang menduduki jalur urutan pertama harus didahulukan daripada jalur ke dua, dan seterusnya. Disini garis anak lebih didahulukan daripada Bapak Sebab keduanya memiliki posisi sederajat dari segi kedekatan nasab pada seseorang, ayah sebagai pokok dan anak merupakan cabang. Berdasarkan posisi ini seyogyanya garis anak didahulukan dari pada bapak. Namun demikian, ada dua landasan mengapa garis anak lebih didahulukan. Landasan pertama berupa dalil Al-Qur’an, sedangkan kedua dalil aqli. Firman Allah yang artinya: “dan untuk dua orang bapak ibu, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu punya anak”(An-nisa:11)

b. Tarjih Biddarajah

Apabila ashabah binafsih terdiri atas beberapa orang dan jalurnya sama, cara pembagiannya adalah menurut tingkatannya dengan mendahukan mereka yang lebih dekat kedudukannya dengan orang yang meninggal. Misalnya seorang meningal dengan ahli warisnya adalah anak laki-laki dan cucu laki-laki dari anak anak laki-laki, maka yang berhak mendapatkan warisan adalah anak laki-laki, sebab kedudukannya lebih dekat dengan orang yang meninggal

c. Tarjih biquwwatil qarabah

Apabila ashabah terdiri dari satu jihat dan derajat yang sama, harus ditarjih melalui kekerabatan, artinya harus didahulukan mereka yang kuat kekerabatannya. Misalnya anak laki-laki sekandung harus didahulukan dari pada anak laki-laki seayah.

Ada yang perlu diketahui lagi bahwa Ashabah bi nafsih, harus dari kalangan laki-laki, sedangkan dari kalangan wanita hanyalah wanita pemerdeka budak, itu juga jika si budak tidak nenpunyai keturunan atau kerabat.[3]

2) Ashabah Bil Ghair

Ialah ahli waris perempuan yang berhak mendapatkan semua sisa harta karena bersama (ditarik/tertarik) bersama ahli waris yang lain. Para ashabah ini semuanya adalah perempuan semuannya ada empat orang:

1) Anak perempuan (menjadi ashabah karena ada saudaranya yang laki-laki atau bersama anak laki-laki).

2) Cucu perempuan (karena bersama cucu laki-laki).

3) Suadara perempuan sekandung (menjadi Ashabah bersama/ditarik saudara laki-laki sekandung).

4) Saudara perempuan sebapak (jika bersama/ditarik saudaranya yang laki-laki)

Syarat-Syarat Ashabah bil Ghair

Ashabah Bil Ghair ini tidak akan terwujud kecuali dengan beberapa syarat sebagai berikut:

Pertama: haruslah wanita yang tergolong ashabul furudh. Sebagai contoh, anak perempuan dari saudara laki-laki tidak menjadi ashabah bil ghair dengan adanya saudara kandung laki-laki dalam deretan ahli waris. Sebab dalam keadaan demikian, anak perempuan saudara laki-laki bukanlah termasuk ashabul furudh.

Kedua: laki-laki menjadi Ashabah (penguat) harus yang sederajat. Misalnya, laki-laki tidak dapat dijadikan penta’shib (penguat) acucu perempuan, dikarenakan ank laki-laki tidak sederajat dengan cucu prerempuan, bhakan ia berfungsi sebagai penghalang hak waris cucu. Begitu juga anak laki-laki keturunan saudara laki-laki tidaklah dapat menguatkan saudara perempuan sekandung disebabkan tidak sederajat.

Ketiga: laki-laki penguat herus sama kuat dengan ahli waris perempuan shahibul furudh. Misalnya, saudara laki-laki seayah tidak dapat menta’shib saudara kandung perempuan. Sebab saudara kandung lebih kuat kekerabatannya dari pada saudara laki-laki seayah.

Adapun sebab penamaan Ashabah bil Ghair adalah karena hak Ashabah keempat itu bukanlah karena kekerabatan mereka dengan pewaris tetapi karena adanya Ashabah lain, seperti saudara kandung laki-laki ataupun saudara laki-laki seayah mereka. Bila Ashabah binafsih tersebut tidak ada maka, keempat wanita tersebut mendapat hak warisnya secara fardh.

Dalil bagi hak para ashabah bil ghair adalah Firman Allah surat An-Nisa ayat 11 :

Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS An Nisaa 11)

3) Ashabah Ma’al Ghair

Ialah ahli waris yang berhak menjadi ashabah bersama-sama ahli waris yang lainnya, ashabah ini ada dua orang. Yang menjadi landasan Ashabah Maal Ghair ialah hadits yang diriwayatakan oleh Imam Bukhari dan lainnya. Bahwa Abu Musa Al-Asy’Ari ditanya tentang hak waris perempuan, cucu keturunan anak laki-laki, dan saudara perempuan sekandung atau seayah. Abau musa menjawab bagian anak perempuan separo dan bagian saudara perempuan separo. Penannya itu pergi lagi kepada Ibnu Mas’ud dan di jawab : Aku akan memvonis seperti apa yang dikatakan oleh nabi Rasulullah saw, bagi anak perempuan setengah dan bagi cucu permpuan anak laki-laki adalah seperenam sebagai penyempurna dua pertiaga, dan bagian saudara perempuan kandung atau seayah adalah mendapat dari sisannya. Kemudian si penannya kembali lagi kepada Abu-Musa Al-Asy’ari dan menceritakan apa yang telah diputuskan oleh Ibnu Mas’ud. Lalu Abu Musa Al-asyari berkata: janganlah kalian menanyakannya kepadaku selama yang alim berda bersama kalian.

1) Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) bersama-sama anak perempuan atau cucu perempuan. Tentu saja mereka mendapat bagian setelah ahli waris yang lainnya mengambil bagiannya.

2) Saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih) bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan.

Catatan

Sangat penting untuk diketahui bersama bila seorang saudara kandung perempuan menjadi Ashabah maal ghair, maka ia menjadi seperti saudara kandung laki-laki sehingga dapat mengahalangi hak waris saudara seayah, baik yang laki-laki maupun yang perempuan. Selain itu, dapat pula menggugurkan hak waris dibawah mereka, seperti keponakan, pamankandung maupun yang seayah.

2. ‘Ashabah Sababiyah

‘Ashib Sababi adalah maula (tuan) yang memerdekakan. Bila orang yang memerdekakan tidak ada, maka warisan itu bagi ‘ashabahnya yang lelaki.[4] Pada zaman kini ashabah nasabiyah sudah tidak ada lagi dikarenakan sudah tidak berlakunya sistem perbudakan.

Penutup

Ashabah adalah golongan yang tidak mendapatkan bagian yang tentu dalam ilmu mawaris. Ashabah terbagi menjadi dua yaitu :

1. Ashobah Nasabiyah

2. Ashobah Sababiyah

Untuk ashobah nasabiyah adalah ashobah yang disebabkan oleh hubungan nasab antara pewaris dan ahli waris. Ashabah nasabiyah terbagi menjadi tiga golongan yaitu :

1. Ashabah Binafsihi

2. Ashabah bil Ghoir

3. Ashabah ma’al ghoir

Sedangkan ashabah sababiyah adalah ashabah yang terjadi dikarenakan seorang maula (tuan) yang membebaskan budak. Pada zaman ini ashabah nasabiyah tidak ada lagi karena sudah tidak adanya perbudakan.



[1] Sayid Sabiq,. Fiqh Sunnah, terjemahan Mahyudin Syaf, jil.14, Penerbit Al-Maarif, Bandung,1993 h.260

[2] Faturrahman. Drs., Ilmu mawaris PT-Al-Ma’arif , bandung, 1987 hlm 340.

[3] Muhammad Ali Ash-Shabuni Pembagian Waris Menurut Islam jakarta 1995.

[4] Sayid Sabiq. Fiqh Sunnah, terjemahan Mahyudin Syaf, jil.14, Penerbit Al-Maarif, Bandung,1993 h. 263

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar